pendidikan

pendidikan
ayo belajar

Rabu, 17 Februari 2010

Penyusunan Kisi-kisi


Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Kisi-kisi dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.


FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL

Jenis sekolah : ……………………… Jumlah soal : ………………………
Mata pelajaran : ……………………… Bentuk soal/tes : ..................
Kurikulum : ……………………… Penyusun : 1. …………………
Alokasi waktu : ……………………… 2. …………………






Selasa, 09 Februari 2010

RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR

HAKIKAT PENILAIAN
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan
untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan
sehingga menjadi informasi yang bermakna
dalam pengambilan keputusan.

Penilaian (assessment)
™ Penilaian adalah proses sistematis meliputi
pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal),
analisis, dan interpretasi informasi untuk membuat
keputusan.
™ Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa
hasil atau prestasi belajar peserta didik.
™ Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan
naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa
angka).

PRINSIP PENILAIAN

™ Sahih (valid)
™ Objektif
™ Adil
™ Terpadu
™ Terbuka
™ Menyeluruh dan berkesinambungan
™ Sistematis
™ Menggunakan acuan kriteria
™ Akuntabel

TEKNIK PENILAIAN
Teknik penilaian dilakukan melalui:
™ Tes,
™ Observasi,
™ Penugasan,
™ Bentuk lain yang sesuai, misalnya
Inventori, Jurnal, Penilaian Diri, Penilaian
Antarteman.

* OBSERVASI
Penilaian melalui pengamatan terhadap kinerja,
minat, dan atau sikap peserta didik

PENUGASAN
Penilaian untuk penugasan dapat dilakukan secara
individual atau kelompok, dan dapat berupa:
™ projek,
™ produk,
™ portofolio.

* ASPEK YANG DIUKUR
DALAM PENILAIAN

A. Aspek Kognitif – Pengetahuan
B. Aspek Psikomotor – Keterampilan
C. Aspek Afektif - Sikap


™ projek,
™ produk,
™ portofolio.

* PENILAIAN HASIL BELAJAR
( PP 19 TAHUN 2005, PASAL 64 )

No Kel. Mapel
1 Agama & akhla
mulia
2 Kewarganegar
an & kepribad
3 Ilmu Pengetah
& Teknologi
4 Estetika
5 Jasmani,
olahraga, dan
Kesehatan

* INSTRUMEN PENILAIAN

™ Tes - perangkat tes berisi butir-butir soal (bentuk
PG, isian, uraian, praktik)
™ Observasi – lembar pengamatan
™ Penugasan – lembar tugas
™ Inventori – skala Thurstone, skala Likert, skala
Semantik
™ Penilaian diri – kuesioner
™ Penilaian antarteman - kuesioner

* Kriteria Instrumen
Penilaian
™ Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan
substansi, konstruksi, dan bahasa;
™ Persyaratan substansi merepresentasikan
kompetensi yang dinilai;
™ Persyaratan konstruksi adalah persyaratan teknis
sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan;
™ Persyaratan bahasa berhubungan dengan
penggunaan bahasa yang baik dan benar serta
komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan
peserta didik;
™ Instrumen penilaian dilengkapi dengan pedoman
penskoran.

PROSEDUR PENILAIAN
Penilaian hasil belajar dilakukan
oleh:
™ Pendidik
™ Satuan Pendidikan
™ Pemerintah

* PERANCANGAN PENILAIAN
(Permendiknas 20/2007) PERANCANGAN
PENILAIAN:
Dilakukan oleh pendidik pada saat
penyusunan silabus
Dijabarkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).

* MEKANISME PENILAIAN
1 Perancangan Penilaian
2.Pelaksanaan Penilaian
3.Analisis Hasil Penilaian
4.Tindak lanjut Hasil Penilaian
5. Pelaporan Hasil Penilaian

* PERANCANGAN PENILAIAN

(Permendiknas 20/2007) PERANCANGAN
PENILAIAN:
Dilakukan oleh pendidik pada saat
penyusunan silabus
Dijabarkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).

PENGOLAHAN NILAI HASIL
BELAJAR

Semua hasil penilaian (UH, Tugas, UTS, UAS
dan UKK) dipertimbangkan dalam menentukan
nilai rapor
Contoh format berikut tidak baku, sekolah
dapat mengembangkan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing

* CONTOH FORMAT
PENGOLAHAN NILAI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
Mata Pelajaran : ……………………
Kelas/Semester : ……………………

No...............
Nama.............
Pes.ddk.........
Ulangan Harian.........
Tugas ...........

Jumat, 05 Februari 2010

Berdasarkan aspek psikologis :
Menurut Jung kepribadian dikategorikan menjadi ; introvert dan ekstrovert, sedangkan
Heymans membagi menjadi : emosialitet, aktivitet dan sekunder.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kepribadian :
1. Faktor genetik
Dari beberapa penelitian bayi-bayi baru lahir mempunyai temperamen yang berbeda,
Perbedaan ini lebih jelas terlihat pada usia 3 bulan. Perbedaan meliputi: tingkat aktivitas,
rentang atensi, adaptabilitas pada perubahan lingkungan. Sedangkan menurut hasil riset
tahun 2007 kazuo Murakami di Jepang menunjukan bahwa gen Dorman bisa distimulasi
dan diaktivasi pada diri seseorang dalam bentuk potensi baik dan potensi buruk.
2. Faktor lingkungan
Perlekatan (attachment): kecenderungan bayi untuk mencari kedekatan dengan
pengasuhnya dan untuk merasa lebih aman dengan kehadiran pengasuhnya dapat
mempengaruhi kepribadian.
Teori perlekatan (Jhon Bowlby) menunjukkan : kegagalan anak membentuk perlekatan
yang kuat dengan satu orang atau lebih dalam tahun pertama kehidupan berhubungan
dengan ketidakmampuan membentuk hubungan dengan orang lain pada masa dewasa
(Bowlby , 1973).
2. Faktor stimulasi gen dan cara berpikir
Berdasarkan penelitian akhir 2007, yang dilakukan oleh Kazuo Murakami, Ph.D dari
Jepang dalam bukunya The Divine message of the DNA. Menyimpulkan bahwa
kepribadian sepenuhnya dikendalikan oleh gen yang ada dalam sel tubuh manusia. Gen
tersebut ada yang bersipat Dorman (tidur) atau tidak aktip dan yang bersipat aktip. Bila
kita sering menyalakan gen yang tidur dengan cara positif thinking maka kepribadian dan
nasib kita akan lebih baik. Jadi genetik bukan sesuatu yang kaku, permanen dan tidak
dapat dirubah.
Setiap orang yang diciptakan Tuhan sudah dilengkapi dengan kepribadian. Kepribadian itu
sebetulnya adalah sumbangsih atau pemberian Tuhan ditambah dengan pengaruh lingkungan
yang kita terima atau kita alami pada masa pertumbuhan kita. Sumber:
http://www.okezone.com. Ada beberapa ahli yang beranggapan bahwa segalanya telah
diprogram dalam genetik. Beberapa ahli lain menyatakan bahwa faktor belajar dan
lingkungan memegang peranan yang sangat menentukan. Perpaduan kedua faktor itu
dinamakan Anna Anastasia, dimana keduanya membentuk kepribadian manusia.
John L Holland, seorang praktisi yang mempelajari hubungan antara kepribadian dan minat
pekerjaan, mengemukakan bahwa ada enam tipe atau orientasi kepribadian pada manusia.
1. Tipe realistik .
Menyukai pekerjaan yang sifatnya konkret, yang melibatkan kegiatan sistematis, seperti
mengoperasikan mesin, peralatan. Tipe seperti ini tidak hanya membutuhkan keterampilan,
komunikasi, atau hubungan dengan orang lain, tetapi dia memiliki fisik yang kuat. Bidang
karier yang cocok, yaitu perburuhan, pertanian, barber shop, dan konstruski.
2. Tipe intelektual/investigative .
Menyukai hal-hal yang teoritis dan konseptual, cenderung pemikir daripada pelaku tindakan,
senang menganalis, dan memahami sesuatu. Biasanya menghindari hubungan sosial yang
akrab. Tipe ini cocok bekerja di laboratorium penelitian, seperti peneliti, ilmuwan, ahli
matematika.
3. Tipe sosial.
Senang membantu atau bekerja dengan orang lain. Dia menyenangi kegiatan yang melibatkan
kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan berhubungan dengan orang lain, tetapi umumnya
kurang dalam kemampuan mekanikal dan sains. Pekerjaan yang sesuai, yaitu guru/pengajar,
konselor, pekerja sosial, guide, dan bartender.
4. Tipe konvensional.
Menyukai pekerjaan yang terstruktur atau jelas urutannya, mengolah data dengan aturan
tertentu. Pekerjaan yang sesuai, yaitu sekretaris, teller, filing, serta akuntan.
5. Tipe usaha/enterprising.
Cenderung mempunyai kemampuan verbal atau komunikasi yang baik dan menggunakannya
untuk memimpin orang lain, mengatur, mengarahkan, dan mempromosikan produk atau
gagasan. Tipe ini sesuai bekerja sebagai sales, politikus, manajer, pengacara atau agensi iklan.
6. Tipe artistik .
Cenderung ingin mengekspresikan dirinya, tidak menyukai struktur atau aturan, lebih
menyukai tugas-tugas yang memungkinkan dia mengekspresikan diri. Karier yang sesuai,
yaitu sebagai musisi, seniman, dekorator, penari, dan penulis.
3. Struktur kepribadian manusia
Struktur kepribadian merupakan unsur-unsur atau komponen yang membentuk diri
seseorang secara psikologis. Salah satu contoh struktur kepribadian yang paling tua
gagasannya adalah menurut Sigmund Frued tokoh psikoanalisa. Berdasarkan beberapa
penelitian pada klien yang mengalami masalah kejiwaan ia menyimpulkan bahwa diri
manusia dalam membentuk kepribadianya terdiri atas 3 komponen utama yaitu Das es,
das ich, das Uber Ich istilah lainnya id, ego, super ego. Untuk memudahkan pemahaman,
saya sering menamakan kalau id artinya nafsu atau dorongan-dorongan kenikmatan yang
harus dipuaskan, bersipat alamiah pada manusia. Ego sering saya analogikan sebagai
kemampuan otak atau akal yang membimbing manusia untuk mencari jalan keluar
terhadap masalah melalui penalarannya. Super Ego sering saya analogikan sebagai norma,
aturan, agama, norma sosial.
a. Sejarah hidup Sigmund Frued
Sigmund Freud yang terkenal dengan Teori Psikoanalisis dilahirkan di Morovia, pada
tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Gerald
Corey dalam “Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy” menjelaskan
bahwa Sigmund Freud adalah anak sulung dari keluarga Viena yang terdiri dari tiga laki-
laki dan lima orang wanita. Dalam hidupnya ia ditempa oleh seorang ayah yang sangat
otoriter dan dengan uang yang sangat terbatas, sehingga keluarganya terpaksa hidup
berdesakan di sebuah aparterment yang sempit, namun demikian orang tuanya tetap
berusaha untuk memberikan motivasi terhadap kapasitas intelektual yang tampak jelas
dimiliki oleh anak-anaknya.
Sebahagian besar hidup Freud diabdikan untuk memformulasikan dan mengembangkan
tentang teori psikoanalisisnya. Uniknya, saat ia sedang mengalami problema emosional
yang sangat berat adalah saat kreativitasnya muncul. Pada umur paruh pertama empat
puluhan ia banyak mengalami bermacam psikomatik, juga rasa nyeri akan datangnya maut
dan fobi-fobi lain. Dengan mengeksplorasi makna mimpi-mimpinya sendiri ia mendapat
pemahaman tentang dinamika perkembangan kepribadian seseorang.
Sigmund Freud dikenal juga sebagai tokoh yang kreatif dan produktif. Ia sering
menghabiskan waktunya 18 jam sehari untuk menulis karya-karyanya, dan karya tersebut
terkumpul sampai 24 jilid. Bahkan ia tetap produktif pada usia senja. Karena karya dan
produktifitasnya itu, Freud dikenal bukan hanya sebagai pencetus psikoanalisis yang
mencuatkan namanya sebagai intelektual, tapi juga telah meletakkan teknik baru untuk
bisa memahami perilaku manusia. Hasil usahanya itu adalah sebuah teori kepribadian dan
psikoterapi yang sangat komprehenshif dibandingkan dengan teori serupa yang pernah
dikembangkan.
Psikoanalisa dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi yang
dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental, hingga menjelma menjadi
sebuah konsepsi baru tentang manusia. Hipotesis pokok psikoanalisa menyatakan bahwa
tingkah laku manusia sebahagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar, sehingga
Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.
Lima karya Freud yang sangat terkenal dari beberapa karyanya adalah: (1) The
Interpretation of dreams (1900), (2) The Psichopathology of Everiday Life (1901), (3)
General Introductory Lectures on Psichoanalysis (1917), (4) New Introductory Lectures
on Psichoanalysis (1933) dan (5) An Outline of Psichoanalysis (1940).
Dalam dunia pendidikan pada masa itu, Sigmund Freud belum seberapa populer. Menurut
A. Supratika, nama Freud baru dikenal pertama kalinya dalam kalangan psikologi
akademis pada tahun 1909, ketika ia diundang oleh G. Stanley Hall, seorang sarjana
psikologi Amerika, untuk memberikan serangkaian kuliah di universitas Clark di
Worcester, Massachusetts. Pengaruh Freud di lingkungan psikologi baru terasa sekitar
tahun 1930-an. Akan tetapi Asosiasi Psikoanalisis Internasional sudah terbentuk tahun
1910, begitu juga dengan lembaga pendidikan psikoanalisis sudah didirikan di banyak
negara.
b. PersepsiFreud tentang sifat manusia
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang
tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa
enam tahun pertama dalam kehidupannya. Pandangan ini menunjukkan bahwa aliran teori
Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Namun demikian ]
menurut Gerald Corey yang mengutip perkataan Kovel, bahwa dengan tertumpu pada
dialektika antara sadar dan tidak sadar, determinisme yang telah dinyatakan pada aliran
Freud luluh. Lebih jauh Kovel menyatakan bahwa jalan pikiran itu adalah ditentukan,
tetapi tidak linier. Ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih
rumit dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut.
Di sini, Freud memberikan indikasi bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia
adalah bagaimana mengendalikan dorongan agresif itu. Bagi Sigmund Freud, rasa resah
dan cemas seseorang itu ada hubungannya dengan kenyataan bahwa mereka tahu umat
manusia itu akan punah. Kecemasan muncul karena adanya konflik antara id dengan super
ego.

c. Struktur Kepribadian dalam pandangan Frued
Dalam teori psikoanalitik, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari id, ego dan
superego. Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal, dimana
sistem kerjanya dengan prinsip kesenangan “pleasure principle”. Ego adalah bagian
kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana, dimana sistem kerjanya pada dunia luar
untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-
dorongan id agar tidak melanggar nilai-nilai superego. Superego adalah bagian moral dari
kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik- buruk, salah-benar,
boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan ego.
Gerald Corey menyatakan dalam perspektif aliran Freud ortodoks, manusia dilihat sebagai
sistem energi, dimana dinamika kepribadian itu terdiri dari cara-cara untuk
mendistribusikan energi psikis kepada id, ego dan super ego, tetapi energi tersebut
terbatas, maka satu diantara tiga sistem itu memegang kontrol atas energi yang ada,
dengan mengorbankan dua sistem lainnya, jadi kepribadian manusia itu sangat ditentukan
oleh energi psikis yang menggerakkan.
Menurut Calvil S. Hall dan Lindzey, dalam psikodinamika masing-masing bagian dari
kepribadian total mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja dinamika dan
mekanisme tersendiri, namun semuanya berinteraksi begitu erat satu sama lainnya,
sehingga tidak mungkin dipisahkan. Id bagian tertua dari aparatur mental dan merupakan
komponen terpenting sepanjang hidup. Id dan instink-instink lainnya mencerminkan
tujuan sejati kehidupan organisme individual. Jadi id merupakan pihak dominan dalam
kemitraan struktur kepribadian manusia.
Cara kerja masing-masing struktur dalam pembentukan kepribadian adalah: (1) apabila
rasa id-nya menguasai sebahagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak
primitif, implusif dan agresif dan ia akan mengumbar impuls-impuls primitifnya, (2)
apabila rasa ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya
bertindak dengan cara-cara yang realistik, logis, dan rasional, dan (3) apabila rasa super
ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak pada
hal-hal yang bersifat moralitas, mengejar hal-hal yang sempurna yang kadang-kadang
irrasional.
Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur kepribadian manusia tersebut adalah:
Pertama, Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika manusia itu
dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama dari energi psikis
dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan
dengan selalu memaksakan kehendaknya. Aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip
kenikmatan dan proses primer.
Id mulai berkembang pada usia bayi, bagian kepribadian yang paling primitif, dan sudah
ada sejak lahir Aspek biologis dari kepribadian.Id terdiri dari dorongan (impuls) dasar
:kebutuhan makan, minum, eliminasi, menghindari rasa sakit, memperoleh kenikmatan
sosial. Id juga merupakan kondisi Unconsciousness, sumber energi psikis, sistem
kepribadian yang dasar, terdapat naluri-naruli bawaan, berisi keinginan-keinginan yang
belum tentu sesuai dengan norma. Id biasanya menuntut segera dipuaskan (the principles
of constancy). Id akan Menjalankan fungsi tindakan refleks dan proses berpikir primer

Kedua, Ego mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya. Di sini
ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah, mengatur dan mengendalikan
kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti “polisi lalulintas” yang selalu mengontrol
jalannya id, super-ego dan dunia luar. Ia bertindak sebagai penengah antara instink dengan
dunia di sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari suatu
organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah kerja Id, yang
memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu adalah kerja
ego.sedangkan pertimbangan halal dan haram dalam mencari makan adalaj kerja Super
ego. Ego mulai berkembang usia 2-3 th. Ego merupakan aspek psikologis kepribadian.
Ego berada pada tingkat pra sadar. Ego menjalankan fungsi dengan proses berpikir
sekunder (rasional). Ego merupakan hasil kontak individu dengan dunia luar/lingk (The
realita of principles) dan penengah tuntutan id dan superego.
Sedangkan yang ketiga, superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari
kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan
sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan
norma-norma moral masyarakat. Super ego Mulai berkemb usia 4-6 tahun. Super Ego
merupakan aspek sosiologis kepribadian, sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai
dan aturan yang sifatnya evaluatif. Terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-
aturan dari significant others. Berfungsi dalam legislatif dan yudikatif. Super Ego juga
terdiri dari : kata hati (nurani) & ego ideal. Fungsi utama: 1) pengendali id, 2)
mengarahkan ego pada tujuan yang yang sesuai dengan moral ketimbang kenyataan, 3)
mendorong individu ke arah kesempurnaan.

d. Pandangan Freud terhadap Kesadaran dan ketidaksadaran
Pemahaman tentang kesadaran dan ketidaksadaran manusia merupakan salah satu
sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, kunci untuk memahami perilaku
dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Ketidakasadaran itu tidak dapat
dikaji langsung, karena perilaku yang muncul itu merupakan konsekuensi logisnya.
Menurut Gerald Corey, bukti klinis untuk membenarkan alam ketidaksadaran manusia
dapat dilihat dari hal-hal berikut, seperti: (1) mimpi; hal ini merupakan pantulan dari
kebutuhan, keinginan dan konflik yang terjadi dalam diri, (2) salah ucap sesuatu; misalnya
nama yang sudah dikenal sebelumnya, (3) sugesti pasca hipnotik, (4) materi yang berasal
dari teknik asosiasi bebas, dan (5) materi yang berasal dari teknik proyeksi, serta isi
simbolik dari simptom psikotik.
Sedangkan kesadaran itu merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan
pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah
permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di
permukaan. Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman
dan memori yang tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran. Secara skematis
alam bawah sadar dan alam sadar dapat dibandingkan sebagai berikut :
e. Pandangan Freud terhadap Kecemasan
Bagian yang tidak kalah penting dari teori Freud adalah tentang kecemasan. Gerald Corey
mengartikan kecemasan itu adalah sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa kita
untuk berbuat sesuatu. Kecemasan ini menurutnya berkembang dari konflik antara sistem
id, ego dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Fungsinya adalah
mengingatkan adanya bahaya yang datang.
Sedangkan menurut Calvin S. Hall dan Lindzey, kecemasan itu ada tiga: kecemasan
realita, neurotik dan moral. (1) kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang
datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada
ancaman nyata. Misalnya kecemasan saat seseorang menjelang ujian, wawancara, tes
kerja. (2) kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan keluar jalur dan
menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum, misalnya
manusia tidak kuat bahwa hasrat seksual harus dipuaskan, hasrat lapar harus dipuaskan,
hasrat tidur, hasrat terhindar dari sakit harus dipuaskan tetapi pemuasannya sangat sulit
dan perlu perjuangan berat. dan (3) kecemasan moral adalah rasa takut terhadap hati
nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa
bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral. Misalnya
melakukan masturbasi, mencuri, korupsi, berbohong.
e. Pandangan Freud terhadap Kecemasan
Bagian yang tidak kalah penting dari teori Freud adalah tentang kecemasan. Gerald Corey
mengartikan kecemasan itu adalah sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa kita
untuk berbuat sesuatu. Kecemasan ini menurutnya berkembang dari konflik antara sistem
id, ego dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Fungsinya adalah
mengingatkan adanya bahaya yang datang.
Sedangkan menurut Calvin S. Hall dan Lindzey, kecemasan itu ada tiga: kecemasan
realita, neurotik dan moral. (1) kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang
datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada
ancaman nyata. Misalnya kecemasan saat seseorang menjelang ujian, wawancara, tes
kerja. (2) kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan keluar jalur dan
menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum, misalnya
manusia tidak kuat bahwa hasrat seksual harus dipuaskan, hasrat lapar harus dipuaskan,
hasrat tidur, hasrat terhindar dari sakit harus dipuaskan tetapi pemuasannya sangat sulit
dan perlu perjuangan berat. dan (3) kecemasan moral adalah rasa takut terhadap hati
nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa
bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral. Misalnya
melakukan masturbasi, mencuri, korupsi, berbohong.
situasi traumatik, (3) pembentukan reaksi; ini adalah menukar suatu impuls atau perasaan
yang menimbulkan kecemasan dengan melawannya dalam kesadaran, (4) proyeksi; ini
berarti memantulkan sesuatu yang sebenarnya terdapat dalam diri kita sendiri ke dunia
luar, (5) penggeseran; merupakan suatu cara untuk menangani kecemasan dengan
menyalurkan perasaan atau impuls dengan jalan menggeser dari objek yang mengancam
ke “sasaran yang lebih aman”, (6) rasionalisasi; ini cara beberapa orang menciptakan
alasan yang “masuk akal” untuk menjelaskan disingkirnya ego yang babak belur, (7)
sublimasi; ini suatu cara untuk mengalihkan energi seksual kesaluran lain, yang secara
sosial umumnya bisa diterima, bahkan ada yang dikagumi, (8) regresi; yaitu berbalik
kembali kepada prilaku yang dulu pernah mereka alami, (9) introjeksi; yaitu mekanisme
untuk mengundang serta “menelaah” sistem nilai atau standar orang lain, (10) identifikasi,
(11) konpensasi, dan (12) ritual dan penghapusan.
A. KEPRIBADIAN
1. Pengertian kepribadian
Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian. Salah satu yang paling penting
menurut Gordon W.Allport. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari
sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu
secara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia.
Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah
melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward,
punishment, pendidikan dsb. Misalnya seorang pemalas setelah masuk AKPER
menjadi rajin, maka kepribadiannya berubah. Perilaku SMA berubah menjadi perilaku
mahasiswa AKPER

Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun
dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala
rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini
merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian
tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya
dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin
matang dan mantap kepribadiannya (Depkes, 1992).
Dalam bahasa latin asal kata personaliti dari persona (topeng), sedangkan dalam ilmu
psikologi menurut, Gordon W.Allport : suatu organisasi yang dinamis dari sistem
psiko-fisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara
khas. Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia
Berdasarkan pengertian di atas maka corak perilaku individu dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan akan berbeda-beda. Misalnya corak perilaku mahasiswa AKPER
dalam mengisi waktu luang atau saat tidak ada dosen menunjukan seperti apa
kepribadiannya. Ada mahasiswa yang ngobrol, ada mahasiswa yang cenderung
makan, ambil air wudlu untuk sholat, memakai-maki dosen dan pendidikan, ada yang
segera pulang atau pergi ke perpustakaan. Semua perilaku tersebut bersipat khas
artinya hanya dimiliki oleh individu itu. Meskipun orang lain memiliki perilaku yang
sama mungkin pemaknaannya berbeda. Misalnya ada yang makan karena belum
sarapan, ada yang makan karena kesal menunggu, ada yang makan karena ikut teman
atau makan karena mengisi waktu saja.
Kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang khas
dikaitkan dengan diri kita. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu bersumber dari
bentukan-bentukan yang kita terima dari lingkungan, misalnya bentukan dari keluarga
pada masa kecil kita dan juga bawaan-bawaan yang dibawa sejak lahir. Jadi yang
disebut kepribadian itu sebetulnya adalah campuran dari hal-hal yang bersifat
psikologis, kejiwaan dan juga yang bersifat fisik. Tersedia dalam
http://www.telaga.org/ringkasan.php?kepribadian.htm

Maksud bentukan keluarga dalam hal ini adalah kata-kata apakah yang sering
dikatakan oleh orang tuanya. Pujian apa yang sering didengar, hukuman apa yang
sering dialami berkaitan dengan satu perilaku di rumah. Motivasi apa serta contoh apa
yang diperlihatkan keluarganya. Semua itu akan membentuk kepribadian seseorang.
Misalnya saat listrik mati ada ayah yang mengatakan : “awas ada hantu”, ada ayah yang mengatakan “cepat siapkan lampu pengganti”, ada orang tua yang pergi ke luar,
ada orang tua yang langsung tidur, ada juga yang menganjurkan berdo’a dan ambil air
wudlu. dsb. Semua stimulus kita dapatkan sejak lahir baik dari kakak, ayah, ibu,
teman, televisi dsb. Semua akan mempengaruhi cara kita bersikap terhadap sesuatu.
Pada saat itulah kepribadian terbentuk. Selanjutnya melalui proses yang tidak
sederhana akan berinteraksi dengan bentuk fisik seperti kurus, pendek, gemuk, lobus
otak, pembuluh darah, jantung dan atribut psikologis misalnya sabar, pemarah,
cerewet, agresif dsb.
Personality is : the complex of all the attributes-behavioral, temperamental, emotional
and mental--that characterize a unique individual; "their different reactions reflected
their very different personalities"; "it is his nature to help others tersedia dalam
http://dict.die.net/personality/personality

Pengertian di atas merujuk pada ciri-ciri perilaku yang kompleks terdiri dari
temperamen (reaksi emosi yang cenderung menetap dalam merespon situasi atau
stimulus lingkungan secara spontan), emosi yang bersipat unik dari individu. Reaksi
yang berbeda dari masing-masing individu menunjukan perbedaan kepribadian.
Dalam konsep text book yang lain digambarkan Personalities is :
1. The quality or condition of being a person.
2. The totality of qualities and traits, as of character or behavior, that are pec
a specific person.
3. The pattern of collective character, behavioral, temperamental, emotion
mental traits of a person: Though their personalities differed, they got a
friends.
4. Distinctive qualities of a person, especially those distinguishing p
characteristics that make one socially appealing: won the election m
personality than on capability. See Synonyms at disposition.
a. A person as the embodiment of distinctive traits of mind and behavior.
b. A person of prominence or notoriety: television personalities.
6. An offensively personal remark. Often used in the plural: Let's not en
personalities.
7. The distinctive characteristics of a place or situation: furnishings that give
personality.
tersedia dalam http://www.yourdictionary.com/ahd/p/p0209600.html
Personality is reflected by a person’s capacity and skill in managing activities of daily
living. Individual responses and interactions to internal and external environmental
demands are influenced by constant interplay of genetic , neurobiological and
psychological factors. (Deborah Antai otong, 1995:288)
Pengertian di atas berfokus pada cara-cara individu dan keterampilan individu dalam
memanfaatkan waktunya setiap hari. Kebiasaan dalam memanfaatkan waktu setiap
hari tersebut merupakan hasil interaksi antara genetik, kondisi otak, persyarafan dan
faktor psikologis.
Berdasarkan pengertian di atas bila kita ambil contoh, waktu jam 5 pagi sampai jam 9
pagi akan menghasilkan prestasi yang berbeda tergantung pada kepribadian orang itu.
Misalnya ;
Mahasiswa A : bangun dan minum kopi, pergi kuliah
Mahasiswa B ; bangun sholat, mandi, kuliah
Mahasiswa C : bangun, mandi, sholat, sarapan, dengar berita, membersihkan rumah,
olah raga, baca buku, pergi kuliah dan ke perpustakaan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka ada beberapa kata kunci yang dapat
dirumuskan dalam menguraikan kepribadian yaitu : Cara seseorang berespon terhadap
masalah, bersipat unik, dinamis, yang merupakan hasil interaksi fisik/genetik,
environment, emosional, cognition, serta menunjukan cara individu dalam mengelola
(management) waktunya.


Unique Dynamic
Time management Response to problem
Interact
Bio,
psyco,
sos,
spirit,
environ
PERSONALITY

2. Penggolongan manusia berdasarkan kepribadiannya.
Penggolongan manusia berdasarkan beberapa kriteria tertentu sangatlah sulit.
Kendalanya terletak pada heterogenitas dan keunikan sipat manusia. Tidak ada satu
manusiapun yang dapat dianggap memiliki sipat yang sama kemudian dikelompokkan
berdasarkan sipat itu. Selain itu manusia bersipat dinamis dan berubah-ubah sesuai
hasil belajar dan kondisi lingkungan. Meskipun ia orang kembar sangatlah sulit untuk
menganggap satu kelompok kepribadian. Ilmu pengetahuan hanya bisa melakukan
pendekatan agar beberapa ciri yang agak mirip dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok kepribadian. Kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat
yang memang khas dikaitkan dengan diri kita. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu
bersumber dari bentukan-bentukan yang kita terima dari lingkungan, misalnya
bentukan dari keluarga pada masa kecil kita dan juga bawaan-bawaan yang dibawa
sejak lahir. Jadi yang disebut kepribadian itu sebetulnya adalah campuran dari hal-hal
yang bersifat psikologis, kejiwaan dan juga yang bersifat fisik. Dalam ilmu
keperawatan hal ini dikenal dengan istilah holistic (Biopsikososiospiritual).
Berdasarkan aspek biologis :
Berdasarkan aspek biologis, Hipocrates membagi kepribadian menjadi 4 kelompok besar
dengan fokus pada cairan tubuh yang mendominasi dan memberikan pengaruh kepada
individu tersebut. ( 4 jenis cairan tubuh), pembagiannya meliputi : empedu kuning
(choleris), empedu hitam (melankolis), cairan lendir (flegmatis) dan darah (sanguinis).
The Greek philosophers explained much of personality in terms of the amounts of the four .
blood, indicative of enthusiasm ("sanguine" types).
black bile, standing for depression (the "melancholic" type).
yellow bile for anger (the "choleric" types).
phlegm for apathy (the "phlegmatic" type).
a. Sanguin, sanguin adalah orang yang gembira, yang senang hatinya, mudah untuk
membuat orang tertawa, dan bisa memberi semangat pada orang lain. Tapi
kelemahannya adalah dia cenderung impulsive, yaitu orang yang bertindak sesuai
emosi atau keinginannya.
b. Plegmatik, tipe plegmatik adalah orang yang cenderung tenang, dari luar cenderung
tidak beremosi, tidak menampakkan perasaan sedih atau senang. Naik turun emosinya
itu tidak nampak dengan jelas. Orang ini memang cenderung bisa menguasai dirinya
dengan cukup baik, ia intorspektif sekali, memikirkan ke dalam, bisa melihat, menatap
dan memikirkan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kelemahan orang
plegmatik adalah ia cenderung mau ambil mudahnya, tidak mau susah, sehingga suka
mengambil jalan pintas yang paling mudah dan gampang.
c. Melankolik, Tipe melankolik adalah orang yang terobsesi dengan karya yang paling
bagus, yang paling sempurna dan dia memang adalah seseorang yang mengerti
estetika keindahan hidup ini. Perasaannya sangat kuat, sangat sensitif maka kita bisa
menyimpulkan bahwa cukup banyak seniman yang memang berdarah melankolik.
Kelemahan orang melankolik, ia mudah sekali dikuasai oleh perasaan dan cukup
sering perasaan yang mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan murung.
d. Kolerik. Seseorang yang kolerik adalah seseorang yang dikatakan berorientasi pada
pekerjaan dan tugas, dia adalah seseorang yang mempunyai disiplin kerja yang sangat
tinggi. Kelebihannya adalah dia bisa melaksanakan tugas dengan setia dan akan
bertanggung jawab dengan tugas yang diembannya. Kelemahan orang yang berciri
kolerik adalah kurangnya kemampuan untuk bisa merasakan perasaan orang lain
(empati), belas kasihannya terhadap penderitaan orang lain juga agak minim, karena
perasaannya kurang bermain.
Sedangkan Menurut Shelldon dan Kretchmer kepribadian didasarkan pada (bentuk tubuh)
: endomorf, mesomorf dan ektomorf. Kepribadian menurut hipocrates mendasarkan pada
reaksi tubuh atau dampak fisiologis tubuh akibat dari adanya 4 kelompok cairan tubuh
tersebut.

makna atau istilah dalam kalimat dan contohnya

1. Fonem adalah kesatuan bahasa yang tekecil yang dapat membedakan arti.
Contoh : Ular itu memiliki bisa Saya bisa menari
2. Grafim adalah satuan bunyi bahasa yang memiliki gugus-gugus fungsi.
Contoh : 1). a-d-a 2). i-t-u
v-k-v v-k-v
3. Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya.
Contoh : Berlayar, mengutip
4. Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat lepas atau tidak dapat berdiri sendiri.
Contoh : Mengambil= meng+ ambil
Merusak= me+ rusak
5. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, yang berpotensi sebagai kata.
Contoh : jalan, makan, duduk
6. Klitik adalah satuan gramatikal, unsur gramatikal atau morfem terikat yang mempunyai makna leksikal yang selalu gabung dengan unsur lainya.
Contoh: Bukuku
Catur wulan
7. Pokok kata adalah kesatuan gramatikal yang terikat dari tidak bebas dan pasti menjadi dasar suatu kata.
Contoh : Meng + sambal
Meng + sayur
8. Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari S, P, O, Pel dan Keterangan atau tidak.
Contoh : Saat karmila menangis menghadap tembok, bapak Daud masuk di antar suster meta. ( kalimat ini terdiri dari 4 klausa )
9. Frasa atributif adalah bila salah satu unsurnya atributif unsur lain.
Contoh : Sibuk bekerja
10. Frasa apositif adalahfrasa yang atributifnya berupa keterangan tambahan.
Contoh : Rudi temanku jadi juara satu.
11. Frasa koordinatif adalah frasa yang masing-masing unsurnya menjadi unsur pokok atau inti karena sederajat atau sama.
Contoh : Suami istri sibuk bekerja
S P
12. Frasa eksosentris adalah subjek yang bisa dirangkai menjadi sebuah kalimat.
Contoh : Dia mengerjakan tugas dengan tepat.
13. Frasa nomina adalah satuan gramatikal yang terdiri dari 2 kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi S, P,O, Pel dan Keterangan.
Contoh : Gedung sekolah
14. Frasa verba adalah
Contoh : Sedang membaca
15. Frasa adjektiva adalah
Contoh : Sangat besar
Panjang sekali
16. Frasa bilangan adalah
Contoh : Kemerdekaan republik indonesia yang ke-65
17. Frasa depan adalah kelompok kata yang diawali dengan preposisi atau kata depan (dan, di, ke, dari).
Contoh : Saya berdiri di depan kelas.
18. Klausa adalah satuan gramatikal yang menduduki fungsi v yang di lengkapi dengan S, P, O dan keterangan.
Contoh : Sambil mengendong anaknya, ibu itu menjajakan dagangannya.
Keterangan S P O
19. Klausa sematan adalah satuan gramatikal yang menduduki fungsi utama dalam kalimat.
Contoh : Sambil menggedong anaknya
20. Klausa induk adalah astuan gramatikal yang menduduki klausa utama dalam kalimat.
Contoh : Ibu itu menjajakan dagangannya
21. Kalimat adalah gabungan dari beberapa kata yang memiliki arti dan unsur serta intonasi dan klausa.
Contoh : Tadi pagi pegawai itu terlambat ( kalimat tersebut memiliki intonasi dan klausa )
22. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klaus.
Contoh : Dia hadir
23. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari 2 klausa atau lebih.
Contoh : Ia membaca buku cerita di kamarnya tadi malam.
24. Kalimat majemuk setara adalah Klimat yang di tandai kata bahwa antar klausanya.
Contoh : 1. Hubungan penjumlahan
Tini berbelanja sayuran dan ibu memasaknya
2. Hubungan pertentangan
Adiknya rajin tapi ia sendiri malas
3. Hubungan pemilihan
Engkau menunggu di sini atau ikut dengan kami
25. Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang emngandung 2 klausa atau lebih ayng tidak sederajat.
Contoh :
26. Kalimat majemuk campuran adalah kalimat yang terdiri dari 1 induk kalimat dan sekurang-kurangnya 2 induk kalimat serta 1 atau lebih anak kalimat.
Contoh : Saya menulis surat dan adik menonton televisi ketika ayah pulang
S P O S P O K
S-P

Kamis, 04 Februari 2010

Laporan Studi Khasus Siswa ABK

LAPORAN STUDI KASUS
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(Tunadaksa)
Di SD LB Mangunsari
Kelas VD
Dosen Pembimbing :
Ratih Indriasari, S.Psi,MM







Disusun oleh :
1. Hadi Siswanto (292008041)
2. Erikawati (292008154)
3. Yeliana Putri (292008052)
4. Siti Maemunah (292008123)
5. Rahmita Dwi C. (292008112)
6. Hermawan (292008191)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus” ini.
Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui sifat dan karakteristik yang termasuk kategori Anak Berkebutuhan Khusus. Selama penyusunan tugas ini banyak mengalami hambatan dan rintangan, atas bantuan semua pihak akhirnya tugas ini dapat selesai. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Ratih Indrianasari,S.Psi,MM, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran guna membimbing penulis dalam belajar.
2. Bapak Kepala Sekolah SD LB Mangunsari yang telah memberikan izin observasi kepada kami.
3. Bapak dan Ibu guru SD LB Mangunsari, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi bagi kami.
4. Siswa – siswi SD LB Mangunsari yang telah bersedia diwawancarai serta memberikan informasi kepada kami untuk bahan pembuatan laporan.
5. Teman – teman kelompok yang telah membantu dalam observasi dan pembuatan laporan ini.
6. Pihak-pihak yang tidak dapat kita sebutkan satu persatu.

kami menyadari dalam penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan yang terjadi, dan oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan tugas ini dan untuk tugas-tugas berikutnya yang akan kami buat. Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Salatiga, 25 September 2009
Ttd
Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman judul..........................................................................................................2
Kata Pengantar..........................................................................................................3
Daftar Isi....................................................................................................................4
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...............................................................................................5
B. Tujuan Penelitian............................................................................................5
C. Manfaat Hasil Penelitian.................................................................................6
D. Rumusan Masalah...........................................................................................6
E. Metodologi Penelitian.................................................................................... 6
BAB II Pembahasan
A. Profil...............................................................................................................7
B. Analisis Kasus................................................................................................10
BAB III Penutup
A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................14
Daftar Pustaka............................................................................................................15
Lampiran foto..............................................................................................................16






















BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak – anak berkebutuhan khusus, adalah anak – anak yang memiliki keunikan tersendiri dari jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak – anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap hahekat anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakekat anak berkebutuhan khusus, maka kita sebagai calon guru akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
Dan untuk kepentingan penanganan baik pendidikan maupun pengajaran dan therapy terhadap anak berkebutuhan khusus, maka diperlukan observasi maupun penelitian untuk mengenali anak berkebutuhan khusus, dan khususnya anak tuna daksa. Karena, kita melakukan observasi di SD LB Mangunsari, Salatiga pada Bayu siswa kelas VD yang mengalami kecacatan pada kakinya atau disebut dengan anak tuna daksa.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
1. Mengetahui yang termasuk Anak Berkebutuhan khusus
2. Mengenal langsung jenis kelainan pada Anak Berkebutuhan Khusus
3. Mengetahui faktor penyebab terjadinya kelainan
4. Mengetahui dampak terjadinya kelainan

Tujuan Khusus:
1. Untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
2. Memberikan semangat dan dorongan kepada kita untuk menjadi guru yang profesional
3. Memberikan acuan kepada kita sebagai calon guru untuk mengetahui karakteristik Anak Berkebutuahan Khusus
C. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dalam analisis studi kasus ini antara lain:
1. Dapat mengetahui apa saja jenis Anak Berkebutuhan Khusus
2. Melatih diri untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman hidup
3. Untuk lebih mendalami materi kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang diberikan oleh dosen pengampu

D. Rumusan Masalah
Sebagai calon guru di sekolah dasar, tentu diharapkan memiliki pemahaman dan kepekaan terhadap kondisi masing – masing siswa sebagai muridnya. Perkembangan dan kemajuan belajarnya, yang dapat dideteksi setiap saat selama proses kegiatan pembelajaran di sekolah berlangsung. Di sini peran guru, khususnya guru kelas sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Umumnya guru memilki catatan atau rekaman tentang perkembangan masing – masing siswa, bagaimana kondisinya dan kebutuhan apa yang diperlukan, terlebih untuk anak – anak berkebutuhan khusus.Maka untuk mengenali hal itu kelompok kita ingin mengetahui salah satu kelainan mengenai :
1. Apakah yang di maksud dengan Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Bagaimanakah Anak Tunadaksa itu?
3. Seperti apa faktor penyebab dan dampak bagi siswa yang mengalami Tunadaksa?

E. Metodologi Penelitian
Metode-metode penelitian yang kami gunakan dalam mendapatkan data dan analisis kasus antara lain:
1. Metode Observasi
Dalam metode ini penulis melakukan observasi terhadap pelaku. Hal ini dilakukan dengan cara mendatangi dimana pelaku bersekolah tepatnya di SD LB Mangunsari, salatiga.
2. Metode Wawancara
Dalam metode ini penulis melakukan wawancara terhadap pelaku untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam menganalisis studi kasu
BAB II
PEMBAHASAN

A. PROFIL BAYU NOVEMBRI ADADIKAN

Bayu Novembri Adadikan adalah seorang anak yang berkebutuhan khusus, yang bersekolah di SLB Mangunsari kelas VD. Bayu lahir 18 November 1998 dari pasangan John Adadika dan Triverna Martini, jadi sekarang dia berusia 11 tahun. Dia anak ke-3 dari 4 (empat) bersaudara. Pekerjaan ayahnya sebagai LSM dan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Bayu tinggal bersama orang tuanya di banjaran RT 01/RW 12.
Bayu lahir tidak normal atau dikenal dengan lahir prematur sehingga mengalami kelumpuhan pada kakinya. Pertumbuhan dan perkembangan Bayu juga tidak berjalan dengan baik jika dilihat dari bentuk fisik Bayu. Kelumpuhan Bayu ini membuat Bayu tidak bisa berjalan dengan normal seperti kakak dan adiknya. Bayu berjalan sengan merangkak menggunakan kedua tangan dan kedua kakinya yang kurang sempurna. Sedikit demi sedikit akhirnya Bayu bisa berjalan tetapi berbeda dengan anak yang lainnya. Bayu berjalan seperti kelainan kaki ”Leter X”, itupun harus dibantu oleh orang lain dan biasa juga merambat lewat tembok atau pagar.

Kondisi tubuh Bayu sering melemah karena sering sakit-sakitan seperti penyakit Flek, Mimisan, Flu, Batuk dan Pusing seperti yang dialami ke-3 saudaranya yang lain. Ini dikarenakan faktor keturunan dari ibunya yang juga mengalami kelemahan secara fisik.

Walaupun berkelainan Bayu tetap memiliki cita-cita. Dia senang menekuni bidang kesenian khususnya bernyanyi dan bermain gamelan. Tak menyangka disisi kelemahannya ada banyak potensi yang dia miliki yang bisa dia kembangkan menjadi sesuatu yang luar biasa. Selain itu, ia juga ingin menjadi seorang dokter menunjukkan bahwa ia memiliki cita-cita yang tinggi dalam hidupnya.
Hidup adalah proses, jika bisa melewati langkah demi langkah dan mampu mengatasi pasti berhasil dan mencapai tujuan yaitu sukses.

B. Analisis Studi Kasus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukan keadaan Anak Berkebutuhan Khusus. Istilah Anak Berkebutuahan Khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference ability. Sejalan dengan perkembangan pengakuan terhadap hak azasi manusia termasuk anak – anak ini, maka digunakanlah istilah anak berkebutuhan khusus. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah dipergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi ( fisik, mental, emosi-sosial ) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesui dengan potensinya.

Seperti halnya Bayu yang mengalami cacat pada kakinya atau disebut tunadaksa, jelas dia memiliki keterbatasan pada kedua kakinya, tetapi dia juga memiliki potensi kemampuan intelektual yang tidak berbeda dengan anak normal, maka untuk dapat berprestasi sesuai kapasitas intelektualnya diperlukan alat bantu sepeti kursi roda, kruk dll, maupun layanan pendidikan. Dengan dipenuhinya kebutuhan itu maka bayu akan dapat berprestasi sesuai dengan kapasitas intelektualnya dan mampu berkompetensi dengan anak normal.

2. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Ada 3 jenis kelainan pada anak berkebutuhan khusus :
a. Kelainan mental
b. Kelainan fisik
c. Kelainan emosi

Dari ketiga jenis kelainan diatas, Bayu termasuk yang B yaitu kelainan fisik. Kelainan fisik sendiri di bagi menjadi 4 golongan yaitu :
a. Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
Adanya kondisi tubuh yang menghambat proses interaksi dan sosialisasi individu meliputi kelumpuhan yang di karenakan polio, dan gangguan pada fungsi saraf otot yang di sebabkan kelayuhan otak (cerebral palsy), serta adanya kehilangan organ tubuh (amputasi).

b. Kelainan Indera Penglihatan (Tunanetra)
Seseorang yang sudah tidak mampu memfungsikan indera penglihatannya untuk keperluan pendidikan dan pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan lensa. Kelainan penglihatan dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu buta dan low vision.

c. Kelainan Indera Pendengaran (Tunarungu)
Kelainan pendengaran adalah seseorang yang telah mengalami kesulitan untuk memfungsikan pendengarannya untuk interaksi dan sosialisasi dengan lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran. Kelainan pendengaran dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu tuli (the deaf) dan kurang dengar (hard of hearing).
d. Kelainan wicara
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam menggungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain. Kelainan wicara ini dapat bersifat fungsional dimana mungkin disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidak sempurnaan organ wicara maupun adanya ganguan pada organ motoris yang berkaitan dengan wicara.

Dari 4 golongan diatas, bayu merupakan anak tuna daksa yaitu mengalami kecacatan pada kakinya. Sedangkan pengertian tuna daksa secara rinci adalah :
=>
Pengertian Anak Tunadaksa

Tunadakasa berasal dari kata “ Tuna “ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti tubuh. Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita).

3. Faktor Penyebab Kelainan
Ada berbagai faktor penyebab yang menyumbang terjadinya anak berkebutuhan khusus. Adapun faktor – faktor tersebut meliputi :
a. Heriditer
b. Infeksi
c. Keracunan
d. Trauma
e. Kekurangan gizi
Dari Profil bayu, dapat di ketahui bahwa faktor penyebab kelainan yang dialaminya adalah Heriditer dan kekurangan gizi.
Penjelasan :
 Heriditer
Adalah faktor penyebabnya berdasarkan keturunan atau sering dikenal dengan genetik, yaitu kelainan kromosome, pada kelompok penyebab heriditer masih ada kelainan bawaan non genetik, seperti kelahiran pre-mature dan BBLR (berat bayi lahir rendah) yaitu berat bayi lahir kurang dari 2.500 gram, merupakan resiko terjadinya anak berkebutuhan khusus.
 Kekurangan gizi
Masa tumbuh kembang sangat berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak terutama pada 2 tahun pertama kehidupan. Kekurangan gizi dapat terjadi karena adanya kelainan metabolisme maupun penyakit parasit pada anak seperti cacingan. Hal ini mengingat indonesia merupakan daerah tropis yang banyak memunculkan atau tempat – tumbuh kembangnya penyakit parasit dan juga karena kurangnya asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan anak pada masa tumbuh kembang. Hal ini didukung oleh kondisi penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Jika dipandang dari sudut waktu terjadinya kelainan dapat dibagi menjadi :
a. Pre-natal
b. Peri-natal
c. Pasca- natal
Dari ketiga diatas, waktu terjadinya kelainan yang dialami bayu berada pada pasca – natal.
Yang dimaksud pasca-natal adalah terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun)

4. Dampak Terjadinya Kelainan
Dari gambaran profil Bayu di atas, akibat terjadinya berkebutuhan khusus sebagai suatu keadaan pada individu dengan kondisi mental yang lemah termanifestasikan pada bentuk keterlambatan dan ketidak seimbangan didalam segala aspek. Tantangan membimbing berkebutuhan khusus tersebut sebagai wujud dari hambatan yang dimilikinya. Hambatan itu adalah internalisasi rangsangan lingkungan berakibat bayu tidak mampu memenuhi tuntutan lingkungan secara fisiologis, psikologis dan sosiologis. Bayu mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan lingkungan tersebut sebagai dampak dari keadaan kebutuhan khususnya yang berakibat juga pada kondisi sosial psikologisnya, dan secara rinci diuraikan sebagai berikut :

a. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis, terlihat pada keadaan fisik bayu yaitu kurang mampu mengkoordinasi gerak pada kedua kakinya, dan sekarang kelas V sudah mulai dapat berjalan walaupun dibantu temannya atau merambat lewat tembok maupun pagar. Tanda keadaan fisik penyandang berkebutuhan khusus yang kurang mampu mengkoordinasi gerak antara lain : kurang mampu koordinasi sensori motor, melakukan gerak yang tepat dan terarah, serta menjaga keshatan.


b. Dampak Psikologis
Dampak psikologis timbul berkaitan dengan kemampuan jiwa lainny, karena keadaan mental yang labil akan menghambat proses kejiwaan dalam tanggapannya terhadap tuntutan lingkungan. Kekurangan mampuan dalam penyesuaian diri yang diakibatkan adanya ketidak sempurnaan individu, akibat dari rendahnya “self esteem” dan dimungkinkan adanya kesalahan dalam pengarahan diri (self direction).

c. Dampak Sosiologis
Penjelasan :
Dampak sosiologis timbul karena hubungannya dengan kelompok atau individu disekitarnya, terutama keluarga dan saudara – saudaranya. Kehadiran anak berkebutuhan khusus di keluarga sebagai suatu unit sosial di masyarakat dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus merupakan musibah, kesedihan, dan beban yang berat. Kondisi itu termanifestasi dengan reaksi yang bermacam – macam, seperti : kecewa, shock, marah, depresi, rasa bersalah dan bingung. Reaksi yang beraneka ini dapat mempengaruhi hubungan antara anggota keluarga yang selamanya tidak akan kembali seperti semula.

=>
Mengenai Bayu dalam dampak sosiologis :
Didalam lingkungan keluarga, Bayu seperti anak pingit oleh karena orang tuanya, dia tidak boleh kemana-mana hanya didalam rumah, teras dan di sekolah. Dalam menghabiskan waktu dirumah Bayu hanya menonton TV dan bermain dengan saudaranya. Orang tuanya kawatir kalau terjadi sesuatu dengan Bayu karena Bayu berkelainan dan berbeda dengan anak-anak yang normal.
Oleh orang tuanya Bayu disekolahkan di sekolah khusus SLB untuk anak-anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus, supaya dapat mengekspresikan maksudnya dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan dan sedikit dapat dimengerti orang lain. Bayu termasuk siswa yang rajin. Dalam berbicara, membaca, menulis dan menghitung sudah cukup lancar dibanding teman lainnya karena kakaknya juga sering membantu dia disaat mengalami kesulitan belajar.
Dimata teman-teman Bayu adalah seorang anak yang baik. Bayu sering membantu temanya-temannya bila ada yang mengalami kesulitan. Dalam belajar Bayu tidak pernah tinggal kelas. Bayu memiliki semangat belajar yang tinggi, disaat Bayu sakit dia tetap masuk sekolah dan senang berada di sekolah itu. Selain bisa belajar juga bisa bermain-main dengan teman-teman satu sekolah.
=>
Dampak berkebutuhan khusus dari tiga dimensi tersebut menyebabkan pengaruh yang cukup berarti dalam kehidupan bayu. Keterbatasan dan daya kemampuan yang bayu miliki menimbulkan munculnya berbagai masalah, yaitu :
• Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari – hari
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri sendiri. Kondisi keterbatasan Bayu pada saat berjalan, yang belum bisa mengkoordinasi geraknya. Keadaan itu diharapkan dalam program penanganan memprioritaskan bimbingan dan latihan ketrampilan aktifitas kehidupan sehari – hari terutama memlihara diri sendiri, seperti : cara makan, menggosok gigi, mamakai baju, memasang sepatu, serta pekerjaan rumah tangga yang sangat sederhana.
• Masalah penyesuaian diri
Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan dipengaruhi beberapa faktor salah satunya kecerdasan. Dalam hal ini bayu merupakan siswa yang termasuk kecerdasan rata – rata jadi tidak menimbulkan kecenderungan diisolir oleh keluarga maupun masyarakat.
• Masalah penyaluran ketempat kerja
Keterbatasan yang dimiliki Bayu merupakann problem didalam mendapatkan pekerjaan nantinya. Masalah ini perlu diprioritaskan dalam program penanganan untuk menyiapkan bayu dengan berbagai program ketrampilan yang dapat digunakan untuk mencari nafkah atau bekerja. Di SD LB Mangunsari perlu memprogramkan penyaluran kerjanya atau membentuk bengkel kerja yang terlindung (sheltered work shop)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus merupakan satu istilah umum yang menyatukan berbagai jenis kekhususan atau kelainan. Bayu adalah anak yang mengalami cacat pada kakinya atau disebut dengan anak tuna daksa. Sedangkan pengertian tuna daksa yaitu adanya kondisi tubuh yang menghambat proses interaksi dan sosialisasi individu meliputi kelumpuhan yang di karenakan polio, dan gangguan pada fungsi saraf otot yang di sebabkan kelayuhan otak (cerebral palsy), serta adanya kehilangan organ tubuh (amputasi). Serta ada jenis kelainan, faktor penyebab kelainan dan dampak terjadinya kelainan pada anak berkebutuhan khusus.

B. Saran

Tentunya dalam penulisan laporan hasil observasi ini masih banyak kekurangan.maka, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan dan kita manusia selalu diberi kekurangan, terimakasih.



















DAFTAR PUSTAKA

IGAK Wadani, dkk (2002), Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Johnson, BH & Skjorten, D miriam (2004), Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sebuah Pengantar, terjemahan, Bandung :Pascasarjana UPI
Depdiknas. (2006). Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa 2006. Jakarta : Direktorat PSLB
Moh Amin (1985), Ortopedagogik Anak Tunagrahita, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
































LAMPIRAN FOTO




Gambar 1
Teman – teman kelompok bersama kelas VD
SD LB Mangunsari, Salatiga



Gambar 2
Foto Bayu(seragam pramuka) dan temannya












Gambar 3 & 4
Foto teman – teman kelompok, pak Usmanto guru SD VD (Mengalami tunanetra)
dan siawa SD LB Mangunsari, Salatiga

Observasi Siswa ABK

TUGAS MAKALAH IDENTIFIKASI

ANAK BERKESULITAN BELAJAR

DI SEKOLAH DASAR

Guna memenuhi mata kuliah :

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pembimbing :

Ratih Indriasari, S.Psi,MM


Disusun oleh :

1. Hadi Siswanto (292008041)

2. Erikawati (292008154)

3. Yeliana Putri (292008052)

4. Siti Maemunah (292008123)

5. Rahmita Dwi C. (292008112)

6. Hermawan (292008191)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dengan topik “Identifikasi Anak Berkesulitan Belajar di Sekolah Dasar” dengan baik.

Makalah ini dapat terselesaikan berkat:

  1. Ibu Ratih Indrianasari,S.Psi,MM, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran guna membimbing penulis dalam belajar.
  2. Teman – teman kelompok yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
  3. Pihak-pihak yang tidak dapat kita sebutkan satu persatu.

Dan kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.Dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca, Amien.

Salatiga, 29 September 2009

Ttd

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...................................................................................1

KATA PENGANTAR................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 4

A. Latar Belakang.................................................................................. 4

B. Fokus Permasalahan……………………………………………….6

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 7

A. Hakikat Individu Berkesulitan Belajar................................................. 7

B. Identifikasi LD di SD......................................................................... 9

BAB III PENUTUP..................................................................................... 15

BAB IV DAFTAR PUSTAKA................................................................... 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG


Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan tertentu, tetapi kelainan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.


Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, salah satunya yaitu kesulitan belajar atau Learning Disabilities (LD = ketidakmampuan belajar). Gangguan kesulitan belajar (learning disabilities/ LD) merupakan salah satu
permasalahan yang banyak ditemui dalam dunia pendidikan. LD menyangkut ketidak mampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. LD adalah kondisi yang dialami siswa berkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar adalah siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga prestasi belajarnya rendah dan anak beresiko tinggi tinggal kelas.


Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.


Menurut Hallahan et al (dalam Abdurahman, M, 1999) jumlah anak berkesulitan belajar meningkat secara dramatis. Hallahan dan Kauffman (1988) mengungkapkan bahwa prevalensi LD sangatlah bervariasi, dari 1% hingga 30%. Secara umum, prevalensi kesulitan belajar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Prevalensi anak kesulitan belajar pada sekolah umum di Amerika Serikat pada tahun 1976-1977 sebesar 1,8 % (Lyon, dkk., 2001). Hallahan dan Kauffman (1988) mengemukakan bahwa menurut US Department of Education, 4,73% populasi usia sekolah mengalami kesulitan belajar pada tahun 1985-1986. Lyon, dkk. (2001) menyebutkan bahwa pada tahun 1997-1998, prevalensi kesulitan belajar mencapai 5,2%. Hal ini setara dengan yang dikemukakan oleh Graziano (2002) bahwa pada tahun 1996 diperkirakan 5-6% anak sekolah usia 6 hingga 18 tahun di Amerika Serikat mengalami kesulitan belajar.


Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dari 3.215 murid kelas satu hingga kelas enam SD di DKI Jakarta, terdapat 16,52% siswa yang dinyatakan sebagai murid berkesulitan belajar oleh guru (Abdurrahman, M, 1999). Penelitian sebelumnya oleh Balitbang Dikbud dengan menggunakan instrumen khusus dalam peneitian di empat provinsi pada 1996 dan dilaporkan 1997, menemukan bahwa terdapat sekitar 10 % anak mengalami kesulitan belajar menulis, 9 % mengalami kesulitan belajar membaca, dan lebih dari 8 % mengalami kesulitan berhitung. Di samping itu, diketahui pula bahwa 22 % anak berkesulitan belajar mempunyai intelegensi tinggi, 25% sedang dan 52% kurang.


Dari pemaparan di atas jelas terlihat bahwa LD merupakan kondisi yang dapat dialami oleh siswa, dengan prevalensi yang cenderung meningkat. Hal tersebut berdampak pada terhambatnya kemampuan siswa dalam menguasai tujuan belajar yang harus dicapainya, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajarnya. Sebagai akibatnya adalah adanya kendala dalam kelancaran proses belajar. Banyak siswa yang mengulang disebabkan karena mereka mengalami LD secara akademis.

B. FOKUS PERMASALAHAN


Fokus permasalahan ini berkenaan dengan ”Identifikasi siswa LD di SD”, yang akan mengembangkan dan menjawab pertanyaan berikut ini :


1. Bagaimanakah hakikat dari LD?
2. Instrumen dan patokan apakah yang digunakan untuk menjaring dan menyaring siswa berkesulitan belajar di SD?

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Hakikat Individu Berkesulitan Belajar

1. Definisi LD


Untuk mengembangkan pemahaman terhadap LD, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai LD, yaitu:


Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran dan tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problem belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi. (USOE; United States Office of Education,1977).


Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung. (NJCLD; National Joint Committee on Learning Disabilities,1981).
Dari dua pendapat tersebut, memiliki beberapa persamaan yang berkenaan dengan:


a. Kemungkinan adanya disfungsi neurologis
b. Adanya kesulitan dalam tugas-tugas kademik
c. Adanya kesenjangan antara prestas idengan potensi
d. Adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain;


1) LD tidak termasuk & disebabkan oleh MR (keterbelakangan mental, tunarungu, tunanetra,dsb)
2) LD tidak dikategorikan & disebabkan oleh faktor-faktor yg berasal dari luar diri individu.

2. Klasifikasi Kesulitan Belajar


LD diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Kesulitan belajar pra-akademik (perkembangan) dan Kesulitan belajar akademik.


Kesulitan belajar pra-akademik / perkembangan (developmental learning disabilities), berkenaan dengan;


Kesulitan dalam berbahasa; Gangguan bahasa reseptif dan gangguan bahasa ekspresif.


Kesulitan dalam berperilaku sosial & emosional; Kesulitan dalam memahami konsep diri, labilitas emosional, kekurangan dlm keterampilan sosial, gangguan perhatian, hiperaktivitas, dan gangguan aktivitas motorik. Gangguan perseptual; Gangguan perseptual visual, gangguan perseptual auditoris, dan gangguan perseptual visual-motor, taktial, dan kinetetik.


Kesulitan belajar kognitif; Gangguan penggunaan operasi mental melalui ingatan, gangguan dalam melihat hubungan-hubungan, gangguan dalam membuat generalisasi, gangguan asosiasi, dan gangguan berpikir konseptual.
Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities);
Kesulitan belajar membaca; Kesulitan belajar membaca permulaan dan kesulitan belajar membaca pemahaman.


Kesulitan belajar menulis; Kesulitan belajar menulis dengan tangan, kesulitan belajar mengeja, dan kesulitan belajar komposisi.


Kesulitan belajar matematika; Kesulitan belajar konsep matematika dan kesulitan belajar komputasi matematika.

3. Prevalensi anak berkesulitan belajar


a. Terkait erat dengan definisi yang digunakan karena alat identifikasi dan asesmen untuk menentukan prevalensi didasarkan atas definisi tertentu.


b. Prevalensi anak usia sekolah yang berkesulitan belajar membentuk rentang dari 1%-30%

4. Secara khusus anak LD mempunyai karakteristik sebagai berikut :


a. Mudah menangkap pelajaran, petunjuk, atau instruksi yang diberikan, tetapi cenderung malas melakukan aktivitas belajar, mudah bosan, meremehkan, bahkan penolakan.


b. Memiliki pengetahuan yang luas, tetapi cenderung kurang mampu melakukan tugas-tugasakademiksecaraakuratdanmemuaskan.


c. Dikenal sebagai siswa yang cukup pandai, tetapi mengalami kesulitan dalam satu atau lebih bidang akademik dan tidak mampu memanfaatkan kepandaiannya tersebut untuk mencapai prestasi akademik tinggi.


d. Memiliki kesenjangan yang cukup signifikan antara skor tes kemampuan verbal dan performennya.


e. Memiliki daya tangkap yang bagus, tetapi cenderung hiperaktif dan kurang mampu menyeuaikan diri.


f. Memiliki daya imaginatif yang tinggi, tetapi cenderung emosional.


g. Mampu mengambil keputusan dengan cepat, tetapi cenderung kurang disertai pertimbangan yang matang, terburu-buru, semaunya.


h. Lebih cepat dalam belajar dan mengerjakan suatu persoalan, tetapi cenderung malas dan memiliki toleransi yang rendah terhadap frustrasi.


i. Lebih percaya diri, tetapi cenderung meremehkan dan menolak tugas-tugas yang diberikan dengan berbagai alasan.



B. Identifikasi LD di SD


1. Proses Pembelajaran dan Anak Berkesulitan Belajar


Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :


a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.


b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah


c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.


d. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura,dusta dan sebagainya.


e. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.


f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.

Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya
kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :


a. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).


b. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan kedalam under achiever.


c. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)


Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang
mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat
menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.


Tujuan pendidikan :


Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah
satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar.


Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai.


Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.


Kedudukan dalam Kelompok


Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih
jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.


Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah
mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut
dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah,
sehingga siswa mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat prestasi di bawah rata – rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.

Perbandingan antara potensi dan prestasi


Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat
potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya.


Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut dengan istilah under achiever.


Kepribadian


Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.


2. Diagnostik mengatasi kesulitan belajar


Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau
yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.


Tes diagnostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan
studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan yang esensial. Tes diagnostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.


Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan
merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembimbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.


3. Mengidentifikasi Anak Berkesulitan Belajar


Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan
belajar;


a. Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun
khusus dalam bidang studi.


b. Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian
dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat
penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.


c. Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.


d. Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar
mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan didalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa dirumah melalui checklist.


e. Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan
guru pembimbing.

BAB III

PENUTUP


a. Kesimpulan


Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan layanan pembelajaran yang tepat, maka sebelumnya perlu adanya proses identifikasi (menemu-kenali). Hal tersebut menjadi penting, karena jumlah anak berkesulitan belajar cenderung meningkat dari tahun ke tahun, yang terjadi di tingkat sekolah dasar.

b. Saran

Tentunya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan dan kita manusia selalu diberi kekurangan, terimakasih.







BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin, (2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja
Rosda Karya
Daniel P. Halahan & James M. Kaufman, Exceptional Children - 9th Edition, Massachuset: Allyn & Bacon, 1994
Janet Lerner, Learning Disabilities - 9th Edition, Boston: Houghton Mifflin Company,, 2000
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Depdikbud RI, 2003
Sunardi, dkk, Menangani Kesulitan Belajar Membaca, Jakarta: Depdikbud RI, 1997